Monday 11 July 2016

Mizutama Honey Boy : Renungan Komik Gender-Bender yang Matang

komik yang saya review bisa dibaca di sini


Hello, long time no see! Sudah lebih dari 3 tahun yang lalu saya belum mengupdate review manga/manhwa dan manhua ini. Itu karena selama tiga tahun ini saya belum menemukan manga yang bisa membuat saya berkontemplasi begitu dalam seperti manga lain yang sudah saya review sebelumnya.
Saya sudah sering mengulangi membaca manga dari Junko Ike ini, karena ceritanya begitu natural, alamiah seperti melihat tokoh-tokohnya menjadi teman saya. Satu-satunya absurditas dalam manga ini adalah sifat telmi Nanao yang kelihatannya keterlaluan (tapi memang ada orang yang parah kaya gini..mungkin).
Manga ini menceritakan perjuangan Fuji Shirou yang berusaha menggapai cinta Sengoku Mei. Problem utama dari cerita ini sederhana, yaitu Sengoku Mei adalah gadis kaku yang hidup dengan prinsip-prinsip seorang bushi, yang tidak memahami apa itu cinta. Kebalikan dari Mei, Shirou adalah lelaki yang dibesarkan dengan prinsip feminitas oleh ibunya. Ia adalah lelaki yang lembut, suka memperhatikan keadaan orang lain, bawel dan pandai dalam segala hal yang bersifat kewanitaan (walau pada episode-episod selanjutnya diceritakan bahwa Shirou kalah dalam segala hal tersebut bila dibandingkan dengan Ichika, kakak tertuanya yang merupakan mantan ketua Klub Pendidikan Rumah Tangga di sekolahnya).
Okey, saya akan menjelaskan mengapa saya membuat judul dengan embel-embel kata matang untuk manga ini. Plot dan tokoh yang terkesan tidak dibuat-buat adalah faktor utama saya merasa nyaman dengan komik ini. Berbeda dengan komik gender-bender lain yang terlalu dipaksakan untuk mengandalkan sisi komedinya, Mizutama Honey Boy, walau judulnya cukup alay kalau dibahasa-Indonesiakan (Cowok Semanis Bulir Madu, kaya judul FTV saja :p ), ternyata penuh dengan kontemplasi dan sindiran terhadap karya gender-bender lain, yang kadang dipenuhi fantasi pseudo-yaoi.  Contoh utama fantasi pseudo-yaoi mungkin paling kentara adalah hubungan sesama teman dalam Otomen (maaf para penggila Otomen, saya sangat suka serial ini juga, tapi..), dimana banyak sekali fan-service lelaki memeluk lelaki lain sengaja dibaurkan dalam adegan-adegan penuh kesalahpahaman (seperti adegan Asuka dipeluk Juuta dalam banyak bab). Di serial ini diceritakan ‘pasangan’ pseudo-yaoi yang paling mungkin dikhayalkan oleh para fujoshi adalah Fuji Shirou X Nanao Manabu (yang juga kakak kelas dan mantan kapten kendo Shirou dan Mei, yang juga mencintai Mei). Ike-sensei sang pengarang tanpa tedeng aling-aling langsung memasangkan dua cowok ganteng ini pada bab awal konflik terjadi antara keduanya, ketika Manabu yang super oon (tapi ganteng, tinggi dan kuat—tipikal cowok sempurna dalam komik shojo), membuat blunder akan memacari Shirou bila dia kalah adu pedang dengan Mei (tapi akhirnya Manabu malah kalah adu argument dengan Shirou yang bawel). Akhirnya, dalam kesepakatan sepihak itu, Manabu setuju memacari Shirou, melindunginya (seperti membopong Shirou ketika dia jatuh dari pohon, walau itu taktik liciknya agar Shirou tidak dekat-dekat lagi dengan Mei) dan melakukan apapun yang pacar lakukan kepada pasangannya. Ia bahkan dengan jantan mengakui Shirou sebagai pacarnya ketika Ayah Shirou datang (yang menyangka Shirou adalah tipikal cowok feminine, yang juga dianggap pasti suka sesama jenis), dan membuat ayah Shirou shock.
Saya sengaja menjabarkan secara detail adegan-adegan sindiran tersebut. Kalau kita lihat dari peta perkomikan shojo (istilahnya lebay), kita pasti tahu ada dua grup mayoritas dalam dunia mangaka shojo, yang lainnya minoritas, Dua grup itu adalah mangaka yang sengaja mengarang komik yaoi dan mangaka yang menampilkan banyak fan service pseudo-yaoi di komik bergenre non yaoi.
Yaoi dikenal juga sebagai komik homo eksplisit yang dibuat oleh mangaka perempuan dan elemen fantasinya (terutama plotnya yang khayal)  sangatlah bergaya perempuan Jepang. Kalau mau menganalisis lebih dalam lagi, bisa saya katakan bahwa kecenderungan budaya erotisisme homoseksual dalam karya yang dibuat oleh wanita adalah doktrin kuno yang sudah ada sejak Murasaki Shikibu menulis Tale of Genji, bahkan ada sejak jaman Heian, setelah kebudayaan dan agama baru diimpor dari China. Jadi wanita Jepang jaman dulu (sebelum era restorasi Meiji) terbiasa mendengar cerita tentang keheroikan dan cinta sejati Mori Ranmaru terhadap Oda Nobunaga dan pengkhianatan Mitsuhide yang dibayang-bayangi kecemburuan romantic (seksual) terhadap Ranmaru, atau cinta sejati antara Takeda Shingen dan Kosaka Masanobu yang abadi. Wanita-wanita ini lalu membuat cerita homoseksual sebagai pelampiasan drive seksual, karena tak jarang mereka yang hidup terpisah dari lelaki Jepang merasa kesepian. Kalau ingin membaca sejarahnya, bisa gugling saja atau coba chat dengan fujoshi. Mereka akan memberi lebih banyak info tentang sejarah mengapa wanita Jepang ‘dipaksa’ secara cultural untuk berfantasi layaknya komik yaoi. Inilah yang membuat saya kagum dengan komik ini, yang sepertinya bisa lepas dari fan service berlebihan dan tetap menyajikan apa yang mungkin terjadi dalam kenyataan di masa kini, dimana wakashudo bukan menjadi hubungan cinta ideal lagi.
Kembali pada perbandingan Mizutama Honey Boy (MHB) dan komik shojo gender-bender lain, MHB juga mengunggulkan cinta tanpa batas, dimana dalam beberapa scene-nya, Shirou mengatakan akan menunjukkan pada Mei bahwa dia akan memenangkan hati Mei tanpa berpura-pura menjadi sok jantan atau memalsukan jati dirinya sebagai lelaki feminine. Adegan di mana Shirou menampar Manabu dengan gaya melambai, adalah salah satu cara sang pengarang membuat pembaca paham betapa femininnya Shirou. Ditambah lagi dia tidak malu mengakui dirinya feminin. Hal ini juga sindiran kepada banyak pengarang lain yang seperti sering membuat situasi dalam cerita dimana si tokoh harus feminine atau maskulin karena terpaksa. Shirou secara sadar mengatakan bahwa menjadi feminine atau maskulin adalah pilihannya. Ia memilih menjadi anak yang disayangi oleh ibunya yang menyukai segala sesuatu yang cute dan menjalankan kewajibannya sebagai anak, bahkan secara terbuka menganggap dirinya sebagai anak perempuan ibunya. Namun pada saat yang sama, dia juga berharap ayahnya menganggap dirinya adalah anak lelakinya, walaupun sifat dan perilakunya feminine.
Banyak lagi kematangan yang ditunjukkan sang pengarang dalam membentuk karakter Shirou di sini dan agak sulit menjelaskannya secara tepat.
Kematangan ini bisa dilandasi oleh dua alasan. Pertama, komik gender-bender yang menyajikan banyak situasi (dan khayalan berlebihan dalam fantasinya) sudah banyak. Otomen mungkin adalah contoh paling popular, sehingga mangaka serial ini (yang satu penerbit dengan Otomen) bisa mereview dulu apa-apa bisa dimasukkan dalam manganya dan apa yang bukan menjadi gaya sang pengarang.  Alasan kedua adalah kesadaran Ike Junko-sensei terhadap kemampuan menggambarnya yang lebih kepada gaya cute dan kawai dan lemah di dalam menggambar ikemen dan bishonen (saya bahkan menganggap Nanao Manabu itu termasuk ga ganteng, tapi setelah ada narasi bahwa gadis-gadis di sekitar Mei bilang dia ganteng dan popular, saya jadi tahu bahwa dalam dunia MHB, Manabu termasuk ikemen). Gaya cute ini dijabarkan sendiri dalam kolom curhatan sang mangaka yang diberi waktu seminggu oleh sang editor untuk menggambar tokoh ikemen dan Ike Junko mengakui bahwa dia bingung apa criteria yang membuat seorang tokoh tampak seperti ikemen. Namun justru gaya gambar inilah yang membuat komik ini terkesan santai dan enak dibaca. Dan kelihatannya, gaya komedi tanpa fan service ini adalah juga karena cowok di MHB tidak kelihatan seperti ikemen. 

Well, then, bye!


Monday 28 January 2013

Sekine-kun No Koi : Penggambaran Real dan Ironis Lelaki "Sempurna"

Sekine-kun No Koi adalah salah satu komik paling realistis dan bergenre komedi satiris tentang pribadi seseorang. Berbeda dengan komik-komik sebelumnya yang 'ringan sekali' atau berat sekali, Sekine-kun No Koi adalah penggambaran dunia real yang sangat surreal dari tokoh utamanya. Mau baca?? Silakan klik di sini


Komik yang dikhususkan untuk wanita dewasa atau josei manga ini juga banyak menyita perhatian para laki-laki dewasa. Keunikan yang membuat Sekine-kun No Koi adalah gaya Kawachi Haruka, sang pengarang dalam menjelaskan kepribadian Keiichiro Sekine yang terkesan lambat dan mengingatkan kita pada film-film Hollywood yang cenderung menggantung. 'Lambatnya' jalan cerita memang terkesan sangat alami dan membuat kita penasaran. Tetapi 'kelambatan' itu bukanlah karena Kawachi-sensei kekurangan ide, tetapi merupakan elemen penting dari narasi Sekine dalam menyampaikan gelap terang sisi hidupnya. Kelambatan itu pula yang mengurangi elemen gore atau menakutkan dari pengalaman-pengalaman pahit yang dialami oleh si protagonis.

Secara garis besar, komik ini bercerita tentang seorang lelaki bernama Keiichiro Sekine yang masih single. Hal itu sangatlah mengherankan karena si protagonis ini memiliki wajah tampan, perawakan tinggi dan sikap yang cool. Teman sekantornya, baik lelaki maupun perempuan mengakuinya. Termasuk teman baiknya sedari SMA, Konno. Sekine, pada bab 1 digambarkan sebagai lelaki yang memiliki segalanya: sexual capital yang hampir sempurna (tampan, tinggi, cerdas dan cool), tetapi selalu gagal dalam percintaan. Tentu saja pada bab 1 kita akan mengira bahwa serial josei ini akan begitu-begitu saja. Paling dia bertemu dengan perempuan yang memiliki sexual capital yang rendah tapi mencintainya, tipikal cerita Cinderella, layaknya cerita josei lainnya. Memang pada akhirnya ia sengaja (bukan tak sengaja) mencari kesibukan merajut yang membuatnya bertemu dengan Kisaragi Sara, seorang perempuan unik yang memiliki obsesi terhadap rajut-merajut. 

Pertemuannya dengan Sara-chan adalah suatu anugrah buat Sekine. Ingat, komik ini dijabarkan dari sudut pandang Sekine, sehingga terkesan hambar dan sangat subtle. Berbeda dengan Sekine, Sara adalah gadis yang cerdas namun menyukai kesederhanaan. Ia pernah mempelajari (mungkin kuliah) etnologi dan menghubungkan obsesinya pada rajutan dan benda-benda tua dengan studinya. Ia tak pernah bicara banyak pada Sekine dan menganggap hubungannya dengan Sekine biasa-biasa saja, berbeda dengan beberapa teman kantor Sekine yang tergila-gila pada anggun dan tampannya Sekine. Pertemuan yang biasanya hanya berlandaskan antara penjual benang dan pelanggan, menjadi suatu kegiatan yang adiktif untuk Sekine. Hal ini dipersepsikan sebagai sesuatu yang istimewa. Sehingga ketika Sara ngobrol lama dengan pelanggan lelaki lainnya, Sekine 'membenci' (yang oleh pembaca pasti dipersepsikan sebagai rasa cemburu) keakraban Sara dengan pelanggan lelaki lainnya. 

Sekine di lain pihak, menceritakan masa lalunya, bahkan mulai mengingat masa lalunya sejak bertemu Sara-chan. Ia kemudian memahami bahwa perasaan 'fobia' nya pada istri Konno, Kazune, yang kebetulan kakak kelasnya, sebetulnya merupakan cinta yang disalah persepsikan. Sara-lah yang pertama kali membuatnya paham. Setiap kali Sekine menemui Sara, ia memahami segala luka dan kepahitan yang ia alami, juga perasaan-perasaan yang berusaha direpresi olehnya selama ini, khususnya tentang pelecehan seksual yang dialaminya, yang dilakukan baik oleh lelaki maupun perempuan. 

Pada bab-bab terakhir, karena ia mulai 'kecanduan' dan cemburu pada Sara, ia mulai menggunakan logika lamanya dengan berusaha menghindarinya, apalagi orang ketiga antara Sara dan Sekine telah muncul, mencoba menarik perhatian Sara dengan motif ingin menjahili Sekine. Penghindaran itu malah membuatnya bersedih dan selalu ingat pada Sara. 

Elemen utama yang membuat komik ini dilabeli komik komedi adalah 'kebodohan' Sekine menyalah persepsikan segala sesuatu. Terkadang salah persepsi ini sangatlah aneh sehingga mengundang senyum. Bagi penggemar komik shojo, saya sarankan untuk tidak membaca komik ini dengan harapan bisa menemukan kelucuan dari komik bergenre Shojo. Ini sangat beda. Artnya khas Kawachi Haruka, minimalis tapi minimalisme ini sangat mendukung rasa yang ingin disampaikan dari cerita sang tokoh utamanya. 


Yang paling saya sukai adalah plot yang sangat mengejutkan dibalik subtleness yang hadir dalam komik ini. Bagi saya yang belajar ilmu konseling dan psikoterapi, komik ini juga bisa menjadi bahan kasus tentang orang yang meregresi kepribadiannya karena peristiwa traumatis seperti pelecehan seksual. Dan amanat paling penting dari komik ini, jadi tampan berlebihan dan sempurna itu punya banyak sisi gelap. BTW, perlu nih buat yang sering ga bersyukur dengan keadaannya. 

Just read!

Sunday 25 December 2011

Shigurui, Versi Seinen dari Silver Valkyries

OK, hari ini aku akan mengetengahkan sebuah komik seinen yang membuatku ketagihan. Komik ini sama sekali berbeda dengan komik tentang samurai yang biasa Anda baca. Jadi tolong jangan bandingkan dengan Samurai X misalnya atau bahkan Bleach (emang bisa dibandingkan yah?). Isinya sangat realistis, jadi bila Anda tidak terbiasa dengan gore atau adegan-adegan penuh kekerasan, penuh adegan seksual (termasuk adegan homo alias shudo), saya sarankan jangan membaca komik ini. Entah mengapa saya merasa merinding membaca Shigurui kurang lebih ketika saya membaca Silver Valkyries karya Riho Sachimi.

Shigurui kurang lebih bercerita tentang dua orang bushi, Fujiki Gennosuke dan Seigen Irako yang memilih jalan hidup yang berbeda. Satu menjadi seorang samurai sejati, sedangkan yang lain menjadi bushi yang berani menantang standard perilaku samurai. Dua-duanya punya alasan, dan entah mengapa aku merasa bahwa mereka berdua sama-sama terhormat. Melihat keduanya entah mengapa aku teringat pada Mori Ranmaru dan Akechi Mitsuhide, yang keduanya adalah asisten Oda Nobunaga. Banyak orang Jepang yang memandang kesetiaan lebih tinggi daripada kebenaran sehingga mereka melihat Akechi Mitsuhide dan Irako Seigen (tokoh antagonis dalam komik Shigurui)salah. tapi karena saya orang Jawa yang mementingkan kebenaran sebagai hal yang harus dijunjung tinggi, saya rasa kesetiaan pada kebatilan adalah kebatilan itu sendiri.
OK, saya akan mereview cerita ini. Shigurui diawali dengan kisah dari dua orang lelaki berlatar belakang berbeda yang sama-sama berguru pada Master Kogan, yaitu Irako Seigen dan Gennosuke Fujiki. Master Kogan adalah seorang master pedang yang terkenal kejam, bahkan terhadap putrinya sendiri, Mie. Dalam berjalannya waktu, Irako dan Gennosuke memilih jalan yang berbeda. Irako memilih menjadi rurouni dan Gennosuke memilih menjadi samurai sejati. Irako pada bab-bab awal terlihat sebagai tipikal antagonis komik Jepang, dia banyak bertingkah, seperti menarik perhatian Iku, wanita favorit Master Kogan. Pokoknya rasanya sebel sama cowok bishonen ini. Tapi melihat Iku yang didzalimi Master Kogan lebih merasa manusiawi bersama Irako, saya bisa memahami mengapa akhirnya Iku memilih Irako, bahkan setia sampai mati padanya.
Di sisi lain, Gennosuke Fujiki tetap setia hingga akhir pada Kogan, bahkan terlalu setia, bahkan ketika Kogan hendak memaksa Mie (yang dicintai Gennosuke)untuk berhubungan seks dengan Irako, dia tetap menuruti perintah Masternya tersebut. Hingga akhirnya Irako dan Gennosuke bertemu di medan duel dengan keadaan cacat (Irako buta, sedangkan Gennosuke buntung). Akhirnya pertarungan dimenangkan oleh Gennosuke tapi kemudian Mie bunuh diri, menyadari bahwa ia mencintai Irako yang memiliki jiwa bebas. Gennosuke begitu shock, hingga melakukan seppuku juga (cuma interpretasi dari halaman terakhir yang punya akhir ambigu).
Entah mengapa aku merasa bahwa komik ini memiliki jiwa cerita yang sama dengan Silver Valkyries. Shigurui adalah komik seinen yang diperuntukkan untuk lelaki usia 20 sampai 40 tahun, sedangkan SV adalah komik fantasi shojo yang diperuntukan anak perempuan remaja. Mengapa aku bisa menyimpulkan begitu? Shigurui dan Silver Valkyries pada dasarnya adalah gambaran pemerintahan diktatorial dan sistem yang membuat ksatria harus mengalami kekejaman. Pada SV misalnya ada tokoh Jeela dan Nestra, dua orang valkyries yang akhirnya harus menjadi musuh karena memilih jalan yang berbeda. Sama seperti Irako dan Gennosuke, Nestra dan Jeela juga berbeda pandangan tentang keadilan vs kesetiaan. Nestra memilih berjuang melawan penguasa diktator yaitu Ratu valkyrie Lylia, sedang Jeela tetap mengabdi pada Lylia hingga Lylia menghilang entah kemana. Perbedaannya tentu banyak (tentu lah). Shigurui berlatar belakang Jepang jaman Sengoku yang kurang lebih sangat realistis, sedang SV berlatar belakang Skandinavia jaman kuno yang fantastis (karena tidak ada bukti jejak kebudayaan seperti itu di Skandinavia), akhir dari Shigurui tragis sedangkan SV bahagia, dengan sistem diktatorial akhirnya berganti dengan mundurnya Lylia dari kursi ratu. Kebebnaran dalam Shigurui atau moralnya sangat twisted, sesuai dengan keadaan realitas masa itu, sedangkan di Silver Valkyries moralnya sangat menjunjung sifat Ruka si tokoh utama. Hanya saja drama untuk menentukan siapa yang salah dan yang benar dalam dua seri ini sama-sama membingungkan. Jadi yah, kita bisa menarik kesimpulan yang berbeda dari keduanya. Persamaannya adalah keduanya sangat manusiawi, tidak ada perbedaan mencolok antara kebenaran vs kebatilan seperti di Bleach misalnya.

OK :) That's it. Bye!

LInk Shigurui

Saturday 13 August 2011

Manga Review : You're My Girlfriend By Minami Maki

Huahahahahaha! Aneh! salah satu shojo manga paling menggelikan dan aneh sepanjang masa. Anehnya juga engga dibuat-buat, Minami Maki-san emang TOP BGT!

komik aneh ini dapat Anda baca di sini (bebas adegan smut, yaoi atau yang bikin eneg lainnya seperti harem reverse harem dll)

Sama seperti dua manga sebelumnya (Utopia of Homosexuality dan Angel Densetsu), komik ini bebas adegan berbahaya, aman dibaca bagi pemula (wekekekekeke). Hanya saja karena komik OL ya jelas harus bisa sedikit Bahasa Inggris. Ceritanya berkutat seputar seorang gadis tolol bernama Hatsune Sugina yang kalau berbicara seperti cowok, sukanya ngumpat, bikin keki orang-orang. Kalau saja Hatsune-chin itu seorang cowok, mungkin malah jadi cowok yang populer karena kata-kata tololnya, tapi kenyataannya Hatsune adalah seorang cewek. jelas kebiasaannya itu membuatnya dijauhi dari pergaulan sesama cewek. Dia bahkan sampai harus punya teman khayalan bernama Anna hanya untuk merasakan nikmatnya memiliki teman cewek (dalam Bahasa Inggris bisa diterjemahkan 'girlfriend'). Ceritanya Hatsune ini ingin belanja, ngobrol, main hal yang kecewek-cewekan, karena hidupnya sudah cukup menderita menjadi satu-satunya anak perempuan diantara lima saudara lelakinya yang cowok banget.
Suatu hari ia masuk ke dalam klub yang anggotnya hanya satu orang (anggota lain cuma anggota 'bayangan'), yaitu Kirie-kun (nama keluarganya lupa aku). Kirie-kun ini kebalikannya Hatsune. Dia dibesarkan oleh empat kakak perempuan yang membuat Kirie menjadi pria yang feminin. Bersama Kirie, hatsune bisa memahami perasaannya sendiri sebagai perempuan. Kedekatannya dengan Kirie adalah pusat utama komik one-shot ini. Tapi yang paling menarik adalah sifat Hatsune yang walaupun tingkahnya seperti cowok tolol, dia masih perasa seperti cewek, sedangkan Kirie yang feminin, sifatnya tetap logis seperti cowok dan the man of himself (dia cowok yang asertif banget dengan sifat kecewekannya, tidak malu, bahkan punya banyak teman karena itu). Mereka berdua menjalin persahabatan unik yang menggetarkan hati (setidaknya hatiku :D)

Reviewku untuk komik ini adalah bagus banget. Sama seperti Utopia of Homosexuality, ceritanya pendek, cuma satu seri, hanya saja idenya fresh, jalan ceritanya natural (walaupun genrenya Comedy dan Shoujo), karakter setiap tokohnya kuat (banget-banget lah) dan ringkas banget. Justru karena ringkas, kita bisa punya banyak waktu untuk merenungkan tentang cinta dan persahabatan setelah membaca komik ini. Aku salut sama Minami maki karena dia membuat seri shoujo yang karakternya kuat sekali (semua komiknya hampir seperti ini semua, karakter ceweknya cewek yang mandiri dan kuat banget).
Yang paling aku suka dari komik ini adalah perkembangan hubungan Hatsune dan Kirie yang natural banget. Komik shojo biasanya punya perkembangan hubungan antara tokoh yang terlalu dipaksakan, tapi komik ini, walaupun sebuah serial cantik (serial satu seri, gitu...), secara aneh memiliki feel natural di dalamnya. Yang bikin aku merasa komik ini spesial adalah endingnya yang sejujurnya berbeda dengan harapanku. Aku pikir kalau alurnya senatural ini, di mana Hatsune sedikit demi sedikit bisa memahami perasaan dan her feminine inner self, akhirnya juga akan 'tenang'. Ternyata, akhirnya mengejutkan, Kirie mengungkapkan cintanya pada Hatsune. Tapi tanggapan Hatsune juga sangat lucu, dia hanya bilang kalau Kirie kan gay, kok bisa suka sama dirinya. Kirie langsung bilang kalau dia straight, dan minta maaf pada Hatsune dengan sikap dan wajah femininnya. Ekspresi ini alami banget. Beda dengan komik opposite attract yang lain seperti Ai Ore! nya Mayu Shinjo, yang tiba-tiba cowok feminnnya jadi cowok sekali kalau menyatakan cinta ('cowok sekali' versi komik shojo). Minami maki tetap mempertahankan ekspresi khas Kirie dan malah itu yang manjadi lucu. Yang lebih lucunya lagi adalah dialog-dialognya Hatsune dan Kirie, dan sikap Hatsune yang sayang banget dengan Kirie (tapi karena dia telmi banget, dia ga nyadar) dan ketergantungan dalam cara yang aneh. hatsune suka sekali pada Kirie karena dia lebih cewek daripada cewek (beda khan sama tokoh utama shojo lainnya).

Tokoh-tokoh pembantu di manga one-shot ini juga kuat. Ada kaori, cewek cantik tapi sadistis jadi ga punya teman kecuali Hatsune dan Kirie. dan ada Hisa, cowok crossdresser yang cantiknya (menurut Hatsune) bisa disejajarkan dengan Kaori. Hisa ini tertarik pada Hatsune yang keras dan cowok (heroik banget). Kalau Kaori aslinya naksir Kirie. Tapi boro-boro ada adegan sirik-sirikan, malah adegannya lebih mirip konflik persahabatan nyata. Wah, pokoknya ga rugi baca nih manga. Aku dah baca sampe empat kali!!!!
Oh ya ada catatanku nih yang tahu sedikit tentang ilmu psikologi. Komik ini menunjukkan sedikit realita tentang identitas diri kita. Aku paling suka dengan tokoh Kirie. Dia feminin, bangga dengan kefemininannya dan entah mengapa hal itulah yang membuatnya tampak maskulin. Ia juga tidak peduli dengan kata teman-teman Hatsune yang mengatakan bahwa ia adalah gay. Ia hanya peduli pada pendapat Hatsune saja (menurutku kecuekan ini sama kerennya dengan kecuekan seorang rocker crossdresser macam Hizaki-san dan Mana-sama). Ah...baca sendiri dah, lucuuu!!!!
Gambarnya bagus dan sesuai dengan karakternya. Kirie tinggi dan suka main tangan (kaya cowok salon), hatsune pendek tapi tomboy dan tolol. hahahaha...baca dah!

Tuesday 9 August 2011

Review Manga : Angel Densetsu

Komik on line yang akan kureview ini bisa dilihat di sini

Komik yang satu ini kocak habis. Sampai guling-guling karena saking lucunya. Mangaka Yagi Norihiro memang ahli membuat tokoh yang paradoksal. Kenapa kubilang paradoksal? Berbeda dengan tokoh komik shonen yang biasanya berwajah lucu dan berkarakter jenaka, tokoh utama Angel Densetsu Kitano-kun adalah seorang cowok yang baiknya luar biasa bagaikan malaikat, tapi wajahnya, ampun dah mengerikan sampai orang yang melihatnya selalu mengasosiasikan dirinya dengan hantu. Hahahahaha....justru karena paradoks antara penampilan dan hati itu yang membuat cerita ini menarik. Dan yang lebih menarik lagi adalah cowok mengerikan ini entah mengapa banyak penggemar ceweknya. Namanya juga komik shonen, ya pasti ada bumbu haremnya biar dikit :D
Sebagai penggemar komik shonen, aku merekomendasikan kalian yang suka komik dengan gambar yang menyerupai gambar nyata (bukan gambar tipikal komik) untuk membacanya. Hyoeeehhh!!!

Review Manga Online: Utopia of Homosexuality

FYI : I've mentioned before that I'm against homosexual acts, but I'm not against the people. Jikalau ada kata-kata di sini yang menyinggung beberapa pihak, saya hanya bisa mengucapkan terimaksih sebesar-besarnya setidaknya telah membaca blog sepi pengunjung ini :)

Komik on line yang akan saya review ini bisa dibaca di sini

Komik ini bercerita tentang dua sahabat yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai homoseksual dan lalu menjadi heteroseksual setelah mempertanyakan suatu pertanyaan krusial, yaitu apakah itu cinta? Dua tokoh utamanya cowok dan cewek homoseksual. Dua-duanya punya karakter yang kawaii dan manis. Narasinya bercerita tentang penderitaan kaum gay dan lesbian yang termarginalisasi. Tapi ceritanya kemudian menjadi terlihat homofobic bagi beberapa remaja Amerika yang mengkritiknya di forum karena akhirnya dua tokoh utama yang bersahabat (yang satu Suk-ha, seorang lesbian dan Hyo-bin, seorang gay) yang selalu menggantungkan diri satu sama lain dalam menghadapi dunia yang kejam saling jatuh cinta. Terus seorang gay selamanya harus jadi gay gitu yah? Kalau kita akhirnya jatuh cinta sama lawan jenis terus kita harus bohong demi identitas kita sebagai gay, gitu yah? Bukannya love is genderless? Orang yang berkomentar bahwa komik ini homofobic tuh tidak melihat fakta ini. Mengutip kata-kata Mas Oscar Lawalata, kita ga tahu kita bisa jatuh cinta pada siapa saja, termasuk orang yang sudah yakin pada seksualitasnya bisa jatuh hati pada lawan jenis. Komik ini menurutku bagus, karena bercerita tentang kenyataan hidup kaum homoseksual. Hanya saja kaum homoseksual di komik ini masih pada virgin. Mereka juga sadar diri secara dini pada pilihan hidup mereka sebagai homoseksual, jadi menurutku mereka benar-benar tahu resikonya menjadi homoseksual. bahkan Suk-ha pada awal komik ini bernarasi bahwa ia siap menjadi seorang wonderful lesbian. Komik ini juga membuka pikiran kita bahwa persahabatan bisa menjadi cinta. Secara pribadi, aku yang selalu mengasosiasikan cinta homoseksual itu berakar dari persahabatan yang disalah persepsikan, menjadi lebih bisa melihat kasus lain dari persahabatan.
Yang menurutku menarik adalah narasi komik yang tipikal narasi komik shojo-ai dan shonen-ai. Ada puisi-puisinya dan terdapat beberapa pertanyaan filosofis mendasar tentang cinta. Seperti ketika Hyo-bin dikonfrontir tentang perasaannya pada Suk-ha, dan secara cepat Hyo-bin bersikap seakan-akan Suk-ha adalah kekasihnya. Jika memang Hyo-bin gay yang seratus persen ga bisa suka sama cewek, ga mungkin lah dia berbuat seperti itu.
Aku juga salut sama pengarangnya karena membuat cerita yang sebenarnya akan sanagt banyak mendapat pertentangan, baik dari kalangan ekstrim gay dan kalangan ekstrim relijius yang mungkin belum tahu esensi cerita ini.
Saya sebagai seorang humanitarian, percaya pada unifikasi dua gender dan menghormati individu serta peduli pada mereka perlu bersuara bahwa manga ini adalah contoh detail tentang apa yang sebenarnya kita persepsikan sebagai "cinta". Apakah sekedar rasa cinta seksual romantis seperti Romeo dan Juliet, Leonardo da Vinci dan kekasih cowoknya, Sappho dan murid-muridnya? Ini adalah pertanyaan yang sangat kentara sering terjadi di komik ini dan di dunia nyata.
Apakah cinta itu hanya seks saja, rasa deg-degan berbaur dengan keinginan memiliki seseorang atau kesetiaan, pengabdian dan perhatian? Komik ini juga sesuai dengan kenyataan karena saya pernah membaca cerita orang-orang yang homoseksual yang bisa menikah dengan sesama homoseksual dari kalangan lawan jenis (gay nikah ma lesbian, gitu) karena perasaan persamaan rasa dan juga kerena kurang menemukan kepuasan dalam kehidupan cintanya.
Itu kisah nyata saya baca sebelum saya membaca komik ini. Saya senang karena ada yang berani membuat komik seperti ini di saat sekarang orang mau jadi heteroseksual saja dibilang rasis (Oh my...emang kalau pribadi kita ngga boleh ya??).

I just wanna be my self!! I'll die to defend it.